Monday, March 26, 2012

Tepatkah Pilihan Tinggal Kelas?


Anak mana yang tidak kecewa mendapati dirinya tidak naik kelas? Pastilah kecewa, sedih, rendah diri dan penyesalan menyelimuti dirinya. Terlebih rasa malu kepada teman-teman dan ketika ada yang menanyakan karena biasanya anak yang tidak naik kelas akan di judge sebagai anak  yang bodoh dan nakal, padahal kenyataannya tidak selalu demikian.
Dewan sekolah tidak mudah menentukan apakah seorang siswa naik atau harus tinggal kelas. Berbagai pertimbangan yang logis dan dapat dipertanggungjawabkan. Setidaknya terdapat tiga faktor utama yang dapat menyebabkan anak tinggal kelas, yaitu: siswa tidak mencapai ketuntasan nilai maksimal 3 pelajaran, kehadiran dalam satu tahun dibawah 85%  hari efektif, dan kelakuan atau moral yang buruk di sekolah. Tentu saja ada alasan sehingga anak harus “tersandung” tiga penyebab di atas, yaitu: faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal yang perlu diperhatikan dari seorang anak ialah kesehatan, kemampuan dan semangat belajar anak itu sendiri. Kesehatan anak yang dimaksudkan ialah kesehatan indra pendengaran dan indra penglihatan anak. Proses belajar anak dapat terganggu jika anak tidak bisa melihat dengan jelas pelajaran yang diterangkan oleh gurunya sehingga anak tidak dapat menyerap pelajaran dengan baik. Begitu juga bila pendengaran si anak kurang juga akan sangat berpengaruh pada prestasi anak karena kemungkinan besar pelajaran yang dapat dicerna anak hanya sebagian kecil dari apa yang disampaikan oleh gurunya.
Kemampuan anak juga merupakan hal penting. Jika anak memiliki kekurangan di suatu bidang, maka orang tua dan guru harus cepat tanggap untuk membimbing anak tersebut sehingga anak tidak tertinggal dibanding teman-temannya. Anak juga perlu mempunyai semangat untuk menunjang belajarnya.
Faktor eksternal yang berpengaruh paling besar ialah lingkungan keluarga. Keadaan keluarga yang tidak harmonis sangat mempengaruhi konsentrasi belajar anak. Orang tua yang sering bertengkar, tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan anggota keluarga yang apatis dapat mengganggu psikologis anak sehingga mengganggu proses pendidikannya juga.
Orang tua yang penuntut juga dapat memberikan tekanan psikologis kepada anak. Orang tua juga sering menuntut  anaknya untuk berprestasi tanpa memikirkan minat, bakat, dan kemampuan anak sehingga anak merasa tertekan dan lebih sering melakukan apa yang orang tua mereka inginkan, bukan apa yang menjadi kemampuan bagi dirinya dan yang ia sukai. Orang tua seringkali hanya menyuruh anaknya belajar, belajar dan belajar tanpa dukungan mental, seperti memberi semangat atau sekedar menemani anaknya belajar.
Situasi menekan lainnya ialah anak harus mengikuti berbagai macam les atas dorongan orang tua dengan tujuan menambah pemahaman belajar. Les atau bimbingan belajar memang perlu namun akan menjadi kontradiktif jika anak harus mengikuti banyak les. Anak sudah mendapat pelajaran dari sekolah, lalu pulang sekolah harus mengikuti les, sesampainya di rumah setelah pulang les anak harus kembali menguras otak untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan dari sekolah. Kapankah anak dapat beristirahat untuk bermain? Anak yang nekat bisa saja membolos dari sekolah atau tempat les karena merasa penat harus terus-menurus belajar, sehingga tujuan les sebagai sarana menambah pemahaman pelajaran justru seringkali menjadi tekanan bagi anak itu sendiri bahkan menghancurkan prestasinya.
Faktor eksternal lainnya yang juga sangat berpengaruh menjadi penyebab anak tinggal kelas ialah faktor pergaulan anak. Misalnya saja anak mendapat perlakuan buruk dari teman-temannya atau sering disebut dengan bullying. Bullying yaitu ancaman yang bersifat penyiksaan fisik (kekerasan fisik) dan penyiksaan psikis (ancaman dan pengucilan) yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan menyakiti orang baik secara fisik maupun mental. Perlakuan buruk tersebut dapat membuat anak merasa tertekan sehingga tidak konsentrasi belajar, bahkan lebih buruknya anak menghindar dan  tidak mau bersekolah karena takut dibully oleh teman-temannya.
Selain korban bullying, bisa saja anak anda salah pergaulan. Salah pergaulan yang dimaksudkan disini ialah salah dalam hal memilih teman. Teman-teman juga memberi andil besar dalam mempengaruhi tindak-tanduk seorang anak. Jika anak berteman dengan anak-anak yang suka membolos, tidak mengerjakan PR, bahkan buruknya terjerat narkoba, cepat atau lambat seorang anak akan terpengaruh dan mengikuti gaya hidup temannya.
Faktor-faktor penyebab anak tinggal kelas yang disebutkan di atas jika dilakukan sebenarnya telah melanggar hak anak untuk bersekolah. Seperti yang tercamtum dalam Undang-undang Dasar pasal 28 C, yaitu: Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.”
UUD pasal 28 C menyatakan bahwa ”Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya” kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk sosial ialah manusia lain. Sudah seharusnya seorang anak mendapat dukungan dari keluarga, sekolah, juga teman-temannya dalam hal bersekolah bukan justru dari orang-orang terdekat ini anak mendapat hambatan sehingga harus tinggal kelas. Bersekolah adalah hak setiap orang, apalagi didukung oleh program pemerintah yaitu Wajib Belajar 9 tahun. Pada program ini pemerintah mewajibkan setiap anak untuk bersekolah minimal 9 tahun dengan tujuan agar setiap anak dapat mengecap bangku sekolah.
Dampak buruk psikologis dari tinggal kelas seperti anak merasa jera atau malu sampai tidak mau bersekolah (putus sekolah) berarti juga telah melanggar hak anak untuk bersekolah. Seperti dalam UUD pasal 28 C  dikatakan juga “berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.” Setiap anak berhak mendapat pendidikan (bersekolah) dan mendapat manfaat dari IPTEK untuk meningkatkan kualitas hidupnya dan untuk kesejahteraan umat manusia.
 Maka keputusan adanya tinggal kelas masih menjadi kontroversi di kalangan pendidik. Memang keputusan tinggal kelas juga mempunyai sisi positif yaitu tidak memaksakan anak memasuki jenjang yang lebih tinggi jika memang tidak mampu, tetapi tetap saja pemvonisan anak tinggal kelas harus dilakukan dengan hati-hati dan pertimbangan yang matang karena menyangkut masa depan seorang anak yang merupakan penerus bangsa.

No comments:

Post a Comment