Wednesday, November 13, 2013

Istilah Akuntansi

Tugas Softskill Bahasa Indonesia 2
Nama  : Meilia Theolifanny
Kelas  : 3EB18
NPM  : 24211396
Tugas  : 50 istilah akuntansi


Amortisasi [PSAK 19]        : alokasi sistematis jumlah tersusutkan suatu aset tidak berwujud selama masa manfaatnya.

Arus kas [PSAK 2]  :arus masuk dan arus keluar kas atau setara kas

Aset [PSAK 19]          : adalah sumberdaya yang: (a) dikendalikan oleh entitas sebagai akibat peristiwa masa lalu; (b) manfaat ekonomis dimasa depan dari aset tersebut diharapkan diterima oleh entitas.

Aset kontijensi [PSAK 57]: aset potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadi atau tidaknya suatu peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali entitas

Aset koprporat [PSAK 48]: aset selain goodwill yang berkontribusi terhadap arus kas masa depan baik dari unit penghasil kas yang sedang ditelaah maupun dari unit penghasil kas lain.

Aset moneter [PSAK 19]    : kas dimiliki dan aset yang akan diterima dalam bentuk kas yang jumlahnya pasti atau dapat ditentukan

Aset tidak berwujud [PSAK 19] : aset nonmoneter yang dapat diidentifijasi tanpa wujud fisik.

Aset tidak lancar [PSAK 58] : aset yang tidak memenihi definisi aset lancar

Biaya bunga [PSAK 24] : kenaikan nilai kini kewajiban imbalan pasti yang timbul selama satu periode karena periode tersebut semakin dekat dengan penyelesaian.

Biaya jasa kini [PSAK24] : kenaikan nilai kini kewajiban imbalan pasti atas jasa pekerja dalam periode berjalan

Biaya pelepasan [PSAK 48] : tambahan biaya secara langsung terkait dengan pelepasan aset atau unit penghasil kas, tidak termasuk biaya pendanaan dan beban pajak penghasilan

Biaya perolehan [PSAK19] : jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar sumberdaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset pada saat aset tersebut diakuisisi atau dibangun, atau saat tersedia, nilai tersebut diatribusikan pada aset ketika pengakuan awal sesuai dengan persyaratan tertentu PSAK.

Biaya untuk menjual {PSAK 58] : biaya tambahan yang secara langsung dapat diatribusikan kepada pelepasan aset (atau kelompok pelepasan), selalin biaya keuangan dan beban pajak penghasilan

Bisnis [PSAK 22] : suatu rangkaian terpadu dari kegiatan dan aset yang mampu diadakan dan dikelola dengan tujuan memberikan hasil dalam bentuk deviden, biaya yang lebih rendah, atau manfaat ekonomi lainnya secara langsung kepada investor pemilik, anggota, atau peserta lainnya.

Entitas induk [PSAK 4] : suatu entitas yang mempunyai satu atau lebih entitas anak

Entitas pemerintah yang mempunyai hubungan istimewa [PSAK 7] : entitas yang dikendalikan, dikendalikan bersama, atau dipengaruhi secara signifikan oleh pemerintah

Goodwill [PSAK 22] : suatu aset yang mencerminkan manfaat ekonomi masa depan yang timbul dari aset lainnya yang diperoleh dalam kombinasi bisnins yang tidak dapat diidentifikasi secara individual dan diakui secaar terpisah.

Imbalan kerja [PSAK 24] : seluruh bentuk pemberian dari entitas atas jasa yang diberikan oleh pekerja.

Imbalan kerja yang telah menjadi hak [PSAK 24] : hak atas imbalan kerja yang tidak bergantung pada aktif atau tidaknya pekerja pada masa depan.

Imbalan pascakerja [PSAK 24] : imbalan kerja (selain pesangon PKK) yang terutang setelah pekerja menyelesaikan masa kerjanya.

Instrumen ekuitas [PSAK 50] : setiap kontrak yang memberikan hak residual atas aset suatu entitas setelah dikurangi dengan seluruh liabilitasnya

Instrumen ekuitas [PSAK 53] : suatu kontrak yang menunjukan adanya hak residual atas aset suatu entitas setelah dikurangi semua liabilitas entitas tersebut.

Instrumen ekuitas yang diberikan  [PSAK 53] : hak (dengan persyaratan atau tanpa persyaratan) atas instrumen ekuitas suatu entitas yang diberikan oleh entitas tersebut kepada pihak lain dalam suatu perjanjian pembayaran berbasis saham.

Investasi neto dalam suatu kegiatan usaha luar negeri [PSAK 10] : jumlah dari kepentingan entitas pelapor di dalam aset neto dari kegiatan usaha itu.

Investor dalam ventura bersama [PSAK 12] : pihak dalam ventura bersama dan tidak memiliki pengendalian bersama terhadap ventura bersama tersebut.

Jumlah tercatat [PSAK 48] : jumlah yang diakui untuk suatu aset setelah dikurangi akumulasi penyusutan (amortisasi) dan akumulai penurunan nilai.

Jumlah aset tercatat [PSAK 19} : jumlah yang diakui dalam neraca setelah dikuragi dengan akumulasi amortisas dan askumulai rugi penurunan niali

Jumlah terpulihkan suatu aset atau unit penghasil kas [PSAK 48] : jumlah yang lebih tinggi antara niali wajarnya dikuragi biaya penjualan dengan niali pakainya.

Kas [PSAK 2] : terdiri atas saldo kas dan rekening giro

Kebijakan akuntansi [PSAK 25] : prinsip, dasar, konvensi, peraturan dan praktik tertentu yang diterapkan entiitas dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan.

Kelompok usaha [PSAK10] : entitas induk dan semua entitas anaknya.

Kemungkinan bebasr [PSAK 58] : lebih mungkin daripada tidak

Kepentingan ekuitas [PSAK 22] : kepentingan kepemilikan atas entitas yang dimiliki investor pemilik, anggota atau peserta atas entitas bersama

Kewajiban [PSAK 57] : kewajiban kini entitas yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya diperkiraskan mengakibatkan pengeluaran sumber daya entitas

Kewajiban diestimasi [PSAK 57] : kewajiban yang waktu dan jumlahnya belum pasti.

Komponen suatu entitas [PSAK 58] : oprasi dan asrus kas yang dapat dipisahkan secara jelas untuk tujuan oprasi dan pelaporan keuangan dari bagian lain entitas.

Kurs penutup [PSAK 10] : nulai tukar spot akhir periode pelaporan.

Mata uang fungsional  [PSAK 10] : mata uang yang digunakan dalam penyajian laporan keuangan

Nilai pakai  [PSAK 48] : nilai sekarang dari taksiran arus kas yang diharapkan akan diterima  atau unit penghasil kas

Nilai tukar  [PSAK 10] : rasio pertukaran untuk dua mata uang asing

Nilai tukar spot [PSAK 10] : niali tukar untuk pengiriman segera

Perkembangan Perekonomian Indonesia

Tugas Softskill Bahasa Indonesia 2
Nama  : Meilia Theolifanny
Kelas  : 3EB18
NPM  : 24211396
Tugas  : Membuat artikel dengan tema "Perekonomian Indonesia" menggunakan pola deduktif dan induktif


Deduktif

Bank Indonesia memperkirakan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini disebabkan oleh melambatnya perekonomian global dan inflasi yang terjadi dalam negeri. Meskipun ekspor telah tumbuh positif, namun belum cukup kuat untuk menopang pertumbuhan ekonomi karena masih lemahnya permintaan ekonomi global. Ekspor yang belum kuat dan melemahnya daya beli akibat inflasi yang meningkat berpengaruh pada perlambatan konsumsi rumah tangga dan investasi non bangunan.

Melambatnya pertumbuhan perekonomian Indonesia harus direspon cepat baik oleh pemerintah maupun oleh pengusaha. Respon yang cepat terhadap melambatnya pertumbuhan perekonomian dapat mencegah berlanjutnya penurunan perekonomian yang dapat menimbulkan dampak yang lebih besar bagi kesejahteraan penduduk.


Terdapat kebijakan-kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah untuk merespon lambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini. Kebijakan tersebut antara lain adalah: menetapkan pajak barang mewah lebih tinggi untuk mobil dan barang impor bermerek, memberikan insentif bagi industri padat karya, berkordinasi dengan BI untuk menjaga gejolak harga dan inflasi, dan mengefektifkan sistem layanan perizinan investasi.


Induktif
Pemerintah mengeluarkan paket kebijakan “Penyelamatan Ekonomi”. Dalam paket kebijakan penyelamatan ekonomi tersebut termasuk di dalamnya kebijakan moneter dari Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter untuk mengatasi gejolak pelemahan rupiah yang sempat mencapai Rp 11.000 per US Dollar. Tujuan akhir dari paket kebijakan ini tentunya bukan sekedar untuk mencegah agar rupiah tidak melemah lagi, melainkan untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
Pasca tahun 2011 harga-harga komoditas dunia, termasuk minyak kelapa sawit dan batu bara sebagai andalan utama ekspor Indonesia, menurun. Nilai ekspor Indonesia kemudian tertekan dan ditambah oleh meningkatnya arus impor, neraca perdagangan nasional akhirnya menjadi defisit. Nilai ekspor menurun, nilai impor meningkat, dan neraca perdagangan defisit inilah yang perlahan menggerus pertumbuhan ekonomi hingga pada kuartal 2013 mencapai 5.8% saja.
Neraca perdagangan menjadi defisit karena harga batubara dan minyak kelapa sawit menurun. Defisit tersebut pada akhirnya menekan pertumbuhan ekonomi sehingga mata uang Rupiah melemah dengan sendirinya sebagai refleksi atas perlambatan pertumbuhan ekonomi. Jadi perlambatan pertumbuhan ekonomi yang memnyebabkan Rupiah melemah.
Untuk mencegah Rupiah semakin melemah marilah kita mengurangi konsumsi impor kita dengan menggunakan produk hasil pribumi, sehingga dengan sendirinya nilai impor dapat menurun dan neraca perdagangan dapat kembali surplus. Penyelamatan perekonomian harus dilakukan oleh setiap warga Indonesia.

Monday, October 7, 2013

Penurunan Pertumbuhan Perekonomian Indonesia

Tugas Softskill Bahasa Indonesia 2
Nama  : Meilia Theolifanny
Kelas  : 3EB18
NPM  : 24211396
Tugas  : Membuat artikel dengan tema "Perekonomian Indonesia" menggunakan pola deduktif dan induktif


Deduktif

Bank Indonesia memperkirakan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini disebabkan oleh melambatnya perekonomian global dan inflasi yang terjadi dalam negeri. Meskipun ekspor telah tumbuh positif, namun belum cukup kuat untuk menopang pertumbuhan ekonomi karena masih lemahnya permintaan ekonomi global. Ekspor yang belum kuat dan melemahnya daya beli akibat inflasi yang meningkat berpengaruh pada perlambatan konsumsi rumah tangga dan investasi non bangunan.

Melambatnya pertumbuhan perekonomian Indonesia harus direspon cepat baik oleh pemerintah maupun oleh pengusaha. Respon yang cepat terhadap melambatnya pertumbuhan perekonomian dapat mencegah berlanjutnya penurunan perekonomian yang dapat menimbulkan dampak yang lebih besar bagi kesejahteraan penduduk.

Terdapat kebijakan-kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah untuk merespon lambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini. Kebijakan tersebut antara lain adalah: menetapkan pajak barang mewah lebih tinggi untuk mobil dan barang impor bermerek, memberikan insentif bagi industri padat karya, berkordinasi dengan BI untuk menjaga gejolak harga dan inflasi, dan mengefektifkan sistem layanan perizinan investasi.


Induktif

Positifnya pertumbuhan ekspor Indonesia belum cukup kuat untuk menopang pertumbuhan ekonomi karena masih lemahnya permintaan ekonomi global. Ekspor yang belum kuat dan melemahnya daya beli akibat inflasi yang meningkat berpengaruh pada perlambatan konsumsi rumah tangga dan investasi non bangunan. Hal ini disebabkan oleh melambatnya perekonomian global dan inflasi yang terjadi dalam negeri. Oleh sebab itu, Bank Indonesia memperkirakan penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Dampak yang lebih buruk lagi bagi kesejahteraan penduduk dapat terjadi jika penurunan perekonomian terjadi secara berkelanjutan. Pemerintah dan pengusaha harus merespon dengan cepat melambatnya pertumbuhan perekonomian Indonesia.

Kebijakan penetapan pajak barang mewah lebih tinggi untuk mobil dan barang impor bermerek, memberikan insentif bagi industri padat karya, berkordinasi dengan BI untuk menjaga gejolak harga inflasi, dan mengefektifkan sistem layanan perizinan investasi, diharapkan dapat mempercepat laju perekonomian Indonesia. Kebijakan tersebut dapat dilakukan pemerintah sebagai bentuk respon terhadap lambatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini.