“Hei, Olive! Kenapa kamu bengong aja? Haha” seru
April membuyarkan lamunanku. “Hmm.. menurut kamu pantas ga kalau kita merasa takut sahabatnya melupakannya karena punya
teman baru yang mungkin lebih baik dan mengasikan dibanding kita?” tanyaku pada
April. “Hmm bagaimana ya.. menurutku sih setiap orang pasti takut kehilangan
orang yang disayangi. Memangnya kenapa sih?”
tanya April. “Oh begitu ya. Haha baiklah gapapa
kok hehe. Sudah ayo kita pulang!” kataku seraya bangkit berdiri meninggalkan
kelas. Sebenarnya aku tidak baik-baik saja. Beberapa minggu belakangan ini aku
dan sahabatku, Retta, sering bertengkar karena Retta sedang dekat dengan teman
baru di universitasnya yang bernama Maria. Aku dan Retta berkuliah di universitas yang berbeda dan
Retta harus tinggal di asrama maka kami berjanji untuk tetap menjaga
persahabatan kami dengan menjaga komunikasi, namun beberapa bulan belakangan
ini Retta sering sekali bercerita tentang Maria yang sering membantunya dan
mereka sering beraktivitas bersama, masuk oraganisasi yang sama, semakin lama
mereka nampak semakin dekat. Aku merasa takut, takut Retta lebih senang bersama
Maria dan akhirnya melupakanku.
Aku memutuskan untuk berkunjung ke asrama Retta untuk
bermain dan karena kami sudah sangat rindu ingin bertemu. Pagi-pagi sekali aku
sudah bangun mempersiapkan bekal makanan untuk kami sarapan, lalu berangkat
menuju asrama Retta yang jaraknya tidak dekat dari rumahku. Sesampainya di sana
kami berbincang-bincang melepas rindu dan berjalan-jalan mengelilingi
universitasnya yang cukup besar. Tiba-tiba pundak kami berdua ditepuk dari
belakang “Hei kalian! Berduaan mulu nih mainnya.” Sontak kami kaget dan
menengok ke belakang, ternyata teman sekelas Retta. “Ups, maaf aku pikir Retta
sama Maria ternyata bukan hehe.” katanya pada kami. “gapapa kok” jawabku sambil tersenyum. Retta tertawa dan berkata
“haha makanya jangan sok tau. Kenalin nih temenku namanya Olive.” Aku
dan temannyapun bersalaman. Kemudian kami melanjutkan perjalanan dan duduk di
bangku taman dan bercerita pengalaman kami masing-masing. “Retta!” panggil
seorang wanita yang sedang berjalan ke arah kami. “Hei Emma, mau kemana?”tanya
Retta. “Aku mau belanja bulanan dulu sudah habis hehe.” jawabnya, “loh tumben ga sama Maria biasanya kalian
selalu berdua.” Tambahnya sambil tersenyum ke arahku dan aku membalas
senyumannya. Retta menjawab singkat sambil tertawa “haha ngga kok.” “Oh haha yasuda ya aku belanja dulu” katanya seraya
pergi meninggalkan kami. “kamu gapapa kan?”
tanya Retta khawatir aku sedih. “Ia gapapa
kok” jawabku sambil tersenyum walau sebenarnya aku sedih. “sudah ya aku pulang
sudah sore ternyata haha” kataku pada Retta. “oh iya tidak terasa ya haha.
Yasuda ayo aku antar sampai ke halte.” Katanya padaku. Kami berjalan ke halte
sudah tidak banyak yang kami ceritakan karena aku nampak sedih. Dalam
perjalanan kami menuju halte lagi-lagi aku dikira Maria oleh temannya dan aku
hanya menunduk. “Maaf ya..” kata Retta padaku. “Hmm sebenarnya aku sedih sih
selalu dikira Maria tapi yasudalah tidak apa-apa hehe.” jawabku sambil berusaha
tersenyum padanya dan masuk ke dalam bus. Kami saling melambaikan tangan dan
tersenyum. Aku melihat dari dalam bus Retta mengetik pada ponselnya, aku pikir
dia akan mengirim pesan padaku namun sudah 10 menit aku tunggu pesan itu tak
kunjung datang.
Beberapa minggu kemudian aku ingin menyapanya melalu WhatsApp tapi aku tidak punya pulsa internet
jadi aku meminjam handphone ayah dan
melihat profil kontak Retta. Dia membuat status “Thank you for being my best
friend” aku berkata dalam hati “wah sweet
banget Retta buat status untuk aku” tetapi kemudian pikiran lain muncul
“bisa saja itu untuk Maria yang selalu bisa menemani dan membantu dia dari
dekat sedangkan aku tidak bisa membantu banyak karena jarak ini hmm.” Aku pun
memulai percakapan dengannya:
Me : Hei!
Retta : Hei, siapa
ya?
Ternyata Retta belum menyimpan nomor ponsel ayahku yang
baru, niat iseng muncul di diriku.
Me : “ini aku
teman SMP kamu hehe. gimana kabarmu?”
Retta : “iya siapa
namanya? Baik kok hehe”
Me : “ayo
tebak dong hehe. wah statusmu untuk siapa itu?”
Retta : “untuk
sahabatku dong Olive”
Aku terhenyak. Retta yang tidak tau dengan siapa dia berbicara berani menyatakan bahwa aku
sahabatnya.
Me : “Terima
kasih ya J”
Retta : “loh kok
terima kasih? Ini siapa sih?”
Me :“Terima kasih karena mau menyatakan
bahwa aku sahabatmu ke orang lain yang bahkan kamu tidak tahu itu siapa. Maafkan
aku yang sempat meragukanmu dan takut kamu melupakanku. Aku sangat bahagia bisa
menjadi sahabatmu.”
Retta :”Olive? Ia maafkan aku juga yang sering
mengecewakanmu, aku mengasihimu sahabat terbaikku.”
Me :”Aku juga mengasihimu.”
Kini aku
yakin bahwa Retta benar-benar menjaga persahabatan kami walaupun dia sudah
memiliki banyak teman di asramanya dan aku pun akan berusaha menjaga
persahabatan ini dengan tidak selalu khawatir akan kehilangan.