Kemiskinan
Definisi kemiskinan telah banyak
dikemukakan oleh pakar dan lembaga yang terkait dengan permasalahan kemiskinan.
Specker (1993) mengatakan bahwa
kemiskinan mencakup:
1)
kekurangan
fasilitas fisik bagi kehidupan yang normal
2)
gangguan
dan tingginya risiko kesehatan
3)
risiko
keamanan dan kerawanan kehidupan sosial ekonomi dan lingkungannya
4)
kekurangan
pendapatan yang mengakibatkan tidak bisa hidup layak
5)
kekurangan
dalam kehidupan sosial yang dapat ditunjukkan oleh ketersisihan sosial,
ketersisihan dalam proses politik, dan kualitas pendidik yang rendah.
Konferensi
Dunia untuk Pembangunan Sosial telah mendefinisikan kemiskinan sebagai berikut: Kemiskinan
memiliki wujud yang majemuk, termasuk rendahnya tingkat pendapatan dan sumber
daya produktif yang menjamin kehidupan berkesinambungan; kelaparan dan
kekurangan gizi; rendahnya tingkat kesehatan; keterbatasan dan kurangnya akses
kepada pendidikan dan layanan-layanan pokok lainnya, kondisi tak wajar dan
kematian akibat penyakit yang terus meningkat; kehidupan bergelandang dan
tempat tinggal yang tidak memadai; lingkungan yang tidak aman; serta diskriminasi
dan keterasingan sosial.
Kemiskinan juga dicirikan oleh
rendahnya tingkat partisipasi dalam proses pengambilan keputusan dalam
kehidupan sipil, sosial dan budaya. Maxwell
(2007) menggunakan istilah kemiskinan untuk menggambarkan keterbatasan
pendapatan dan konsumsi, keterbelakangan derajat dan martabat manusia,
ketersingkiran sosial, keadaan yang menderita karena sakit, kurangnya kemampuan
dan ketidakberfungsian fisik untuk bekerja, kerentanan (dalam menghadapi
perubahan politik dan ekonomi), tiadanya keberlanjutan sumber kehidupan, tidak
terpenuhinya kebutuhan dasar, dan adanya perampasan relatif (relative
deprivation).
Poli
(1993)
menggambarkan kemiskinan sebagai keadaan; ketidakterjaminan pendapatan,
kurangnya kualitas kebutuhan dasar, rendahnya kualitas perumahan dan aset-aset
produktif; ketidakmampuan memelihara kesehatan yang baik, ketergantungan dan
ketiadaan bantuan, adanya perilaku antisosial (anti-social behavior), kurangnya
dukungan jaringan untuk mendapatkan kehidupan yang baik, kurangnya infrastruktur
dan keterpencilan, serta ketidakmampuan dan keterpisahan.
Bappenas dalam dokumen Strategi Nasional
Penanggulangan Kemiskinan juga mendefinisikan masalah kemiskinan bukan hanya
diukur dari pendapatan, tetapi juga masalah kerentanan dan kerawanan orang atau
sekelompok orang, baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin. Masalah
kemiskinan juga menyangkut tidak terpenuhinya
hak-hak dasar masyarakat miskin untuk mempertahankan dan mengembangkan
kehidupan bermartabat. Pemecahan masalah kemiskinan perlu didasarkan pada
pemahaman suara masyarakat miskin, dan adanya penghormatan, perlindungan dan
pemenuhan hak-hak mereka, yaitu hak sosial, budaya, ekonomi dan politik. Oleh
karena itu, strategi dan kebijakan yang dirumuskan dalam strategi nasional
pengentasan kemiskinan didasarkan atas pendekatan berbasis hak (Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, 2005).
Menurut Sallatang (1986) bahwa kemiskinan adalah ketidakcukupan penerimaan
pendapatan dan pemilikan kekayaan materi, tanpa mengabaikan standar atau
ukuran-ukuran fisiologi, psikologi dan sosial. Sementara itu, Esmara (1986) mengartikan kemiskinan
ekonomi sebagai keterbatasan sumber-sumber ekonomi untuk mempertahankan
kehidupan yang layak. Fenomena kemiskinan umumnya dikaitkan dengan kekurangan
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang layak.
Menurut Basri (1995) bahwa kemiskinan pada dasarnya mengacu pada keadaan
serba kekurangan dalam pemenuhan sejumlah kebutuhan, seperti sandang, pangan,
papan, pekerjaan, pendidikan, pengetahuan, dan lain sebagainya. Sementara itu,
menurut Badan Pusat Statistik (2000),
kemiskinan didefinisikan sebagai pola konsumsi yang setara dengan beras 320
kg/kapita/tahun di pedesaan dan 480 kg/kapita/tahun di daerah perkotaan.
No comments:
Post a Comment